Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam
pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur.
Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir
mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan
pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup
berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan
hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenitaI
besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering
pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan
kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama
kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk
menegakkan diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya
diagnosis pre/- ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara
pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air
ketuban dan darah janin.
PENYEBAB
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali
sukar diketahui. Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara
bersamaan.
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:
1. Kelainan Genetik dan Kromosom
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:
1. Kelainan Genetik dan Kromosom
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas
kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang
mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang
bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau
kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan dalam hal ini sering sukar,
tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu
langkah-langkah selanjutya.
Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat diperiksa kemingkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma down (mongolism). Kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma turner.
Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat diperiksa kemingkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma down (mongolism). Kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma turner.
2. Faktor Mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan
kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor
predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya
deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan
talipes pada kaki seperti talipes varus, talipes valgus, talipes equinus dan
talipes equinovarus (clubfoot).
3. Faktor infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.
4. Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat dihindarkan, keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.
4. Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat dihindarkan, keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.
5. Faktor Umur Ibu
Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.
6. Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
7. Faktor Radiasi
Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.
8. Faktor Gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-lain dapat menaikkan kejadian & kelainan kongenital.
9. Faktor-faktor Lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya
sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga
dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak
diketahui.
MACAM-MACAM KELAINAN KONGENITAL
1. Torus
Torus merupakan pembengkakan pada rahang yang menonjol dari mukosa mulut yang
tidak berbahaya dan disebabkan oleh pembentukan tulang normal yang berlebihan,
tampak radiopak dan dapat terjadi di beberapa tempat dari tulang rahang.
Umumnya, Torus menjadi jelas setelah dewasa meskipun kadang-kadang, pada anak sudah jelas. Pasien umumnya tidak menyadari hanya diketahui oleh dokter atau dokter gigi, terutama dalam hubungannya dengan pembuatan desain gegligi tiruan. Frekuensi bervariasi dengan usia. Rasio wanita: pria adalah 2:1. Torus dapat disebabkan oleh faktor genetik a dan fungsi. Namun peran factor fungsi tidak begitu kuat. Pada gambaran mikroskopis tampak korteks tulang yang padat, dan kompak, dengan daerah sentral tulang lebih spongiosa, dan kadang-kadang ditemukan lemak dalam sum-sum tulang.
Proyeksi tulang yang sama dapat terlihat pada permukaan labial, atau bukal dari lingir alveolar( alveolar ridge) maksila atau mandibula dan dinamakan tulang eksostosis.
Umumnya, kelinan ini tidak membutuhkan perawatan, kala mengganggu pemakaian gigi tiruan atau bicara, dapat dilakukan pengambilan secara bedah.
Umumnya, Torus menjadi jelas setelah dewasa meskipun kadang-kadang, pada anak sudah jelas. Pasien umumnya tidak menyadari hanya diketahui oleh dokter atau dokter gigi, terutama dalam hubungannya dengan pembuatan desain gegligi tiruan. Frekuensi bervariasi dengan usia. Rasio wanita: pria adalah 2:1. Torus dapat disebabkan oleh faktor genetik a dan fungsi. Namun peran factor fungsi tidak begitu kuat. Pada gambaran mikroskopis tampak korteks tulang yang padat, dan kompak, dengan daerah sentral tulang lebih spongiosa, dan kadang-kadang ditemukan lemak dalam sum-sum tulang.
Proyeksi tulang yang sama dapat terlihat pada permukaan labial, atau bukal dari lingir alveolar( alveolar ridge) maksila atau mandibula dan dinamakan tulang eksostosis.
Umumnya, kelinan ini tidak membutuhkan perawatan, kala mengganggu pemakaian gigi tiruan atau bicara, dapat dilakukan pengambilan secara bedah.
2. Agnasia
Kesalahan pembentukan lengkung mandibula sering dihubungkan dengan anomali fusi telinga luar pada daerah garis tengah yang normalnya ditempati oleh mandibula sehingga telinga bertemu di garis tengah. Agnesis absolut mandibula, masih diragukan apakah bisa terjadi. Pada keadaan ini, lidah juga tidak terbentuk atau mengalami reduksi ukuran. Meskipun astomia (tidak terbentuknya mulut) dapat terjadi, mikrostomia (mulut yang kecil) lebih sering terjadi. Kadang-kadang tidak ada hubungan dengan faring, yang tersisa hanya membran buko faringeal. Agnasia sering disebabkan oleh gangguan vaskularisasi .
Kesalahan pembentukan lengkung mandibula sering dihubungkan dengan anomali fusi telinga luar pada daerah garis tengah yang normalnya ditempati oleh mandibula sehingga telinga bertemu di garis tengah. Agnesis absolut mandibula, masih diragukan apakah bisa terjadi. Pada keadaan ini, lidah juga tidak terbentuk atau mengalami reduksi ukuran. Meskipun astomia (tidak terbentuknya mulut) dapat terjadi, mikrostomia (mulut yang kecil) lebih sering terjadi. Kadang-kadang tidak ada hubungan dengan faring, yang tersisa hanya membran buko faringeal. Agnasia sering disebabkan oleh gangguan vaskularisasi .
3. Mikrognasia
Menunjukkan pengecilan ukuran mandibula dan maksila. Dagu dapat sangat retrusif atau absen sama sekali. Hidung dan bibir atas menjadi menonjol sehingga muka seperti burung. Keadaan ini dapat bersifat kongenital seperti yang ditemukan pada berbagai sindrom, dapat pula terjadi sesudah lahir misalnya akibat trauma atau infeksi seperti atritis rematoid juvenilis. Mikrognasia dapat terjadi disebabkan oleh kegagalan pusat pertumbuhan di kepala sendi. Penyebabnya adalah kelainan perkembangan atau didapat. Pada kepala sendi oleh trauma pada saat lahir atau infeksi pada telinga, dapat menyerang pusatkepala sendi. Kemungkinan lain adalah trauma atau infeksi daerah kepala sendi yang umumnya unilateral dan menyebabkan pengecilan ukuran rahang yang unilateral.
Menunjukkan pengecilan ukuran mandibula dan maksila. Dagu dapat sangat retrusif atau absen sama sekali. Hidung dan bibir atas menjadi menonjol sehingga muka seperti burung. Keadaan ini dapat bersifat kongenital seperti yang ditemukan pada berbagai sindrom, dapat pula terjadi sesudah lahir misalnya akibat trauma atau infeksi seperti atritis rematoid juvenilis. Mikrognasia dapat terjadi disebabkan oleh kegagalan pusat pertumbuhan di kepala sendi. Penyebabnya adalah kelainan perkembangan atau didapat. Pada kepala sendi oleh trauma pada saat lahir atau infeksi pada telinga, dapat menyerang pusatkepala sendi. Kemungkinan lain adalah trauma atau infeksi daerah kepala sendi yang umumnya unilateral dan menyebabkan pengecilan ukuran rahang yang unilateral.
4. Makrognasia
Pembesaran rahang, jika terjadi pada rahang bawah hal ini dapat menyebabkan protusi (kelas III Angle) dengan dagu menonjol. Keadaan ini dapat bersifat kongenital dan dapat pula bersifat dapatan melalui penyakit serta dapat dikoreksi dengan tindakan bedah.
Ada beberapa sindrom perkembangan yang menunjukkan mikrognasia, rahang atas sebagai bagian dari suatu sindrom misalnya sindrom down atau sindrom apert. Sindrom down merupakan penyakit genetika yang palig sering ditemukan dengan ciri khas berupa rahang atas yang kecil selain tanda lainnya. Pada penyakit crouzon yang merupakan craniofasial sinestosis yang berkaitan dengan sindrom apert, ditemukan rahang atas dan hidung yang kecil sehingga menyebabkan muka melesak ke dalam.
Pembesaran rahang, jika terjadi pada rahang bawah hal ini dapat menyebabkan protusi (kelas III Angle) dengan dagu menonjol. Keadaan ini dapat bersifat kongenital dan dapat pula bersifat dapatan melalui penyakit serta dapat dikoreksi dengan tindakan bedah.
Ada beberapa sindrom perkembangan yang menunjukkan mikrognasia, rahang atas sebagai bagian dari suatu sindrom misalnya sindrom down atau sindrom apert. Sindrom down merupakan penyakit genetika yang palig sering ditemukan dengan ciri khas berupa rahang atas yang kecil selain tanda lainnya. Pada penyakit crouzon yang merupakan craniofasial sinestosis yang berkaitan dengan sindrom apert, ditemukan rahang atas dan hidung yang kecil sehingga menyebabkan muka melesak ke dalam.
5. Sumbing Bibir dan Palatum
Sumbing bibir dan palatum merupakan kelainan kongenital yang sering kali menyebabkan menurunnya fungsi bicara, pengunyahan, dan penelanan yang sangat berat. Seringkali terjadi peningkatan referensi gangguan yang berhubungan dengan malformasi kongenital sperti ketidakmampuan bicara sekunder serta menurunnya fungsi pendengaran, umumnnya bibir sumbing dan palatum dibagi dalam 4 kelompok besar, yaitu:
1. Sumbing bibir
2. Sumbing palatum
3. Sumbing bibir dan palatum unilateral
4. Sumbing bibir dan palatum bilateral
Sumbing bibir dan palatum merupakan kelainan kongenital yang sering kali menyebabkan menurunnya fungsi bicara, pengunyahan, dan penelanan yang sangat berat. Seringkali terjadi peningkatan referensi gangguan yang berhubungan dengan malformasi kongenital sperti ketidakmampuan bicara sekunder serta menurunnya fungsi pendengaran, umumnnya bibir sumbing dan palatum dibagi dalam 4 kelompok besar, yaitu:
1. Sumbing bibir
2. Sumbing palatum
3. Sumbing bibir dan palatum unilateral
4. Sumbing bibir dan palatum bilateral
Biasanya, sumbing bibir dan palatum disertai kelainan
bawaan lahir misanya hidrosefalus (peninggian tekanan intracranial), sindaktilia
(jari-jari saling melekat) atau polidaktilia (jari-jari berlebih).
Sumbing bibir dapat terjadi bilateral pada regio incisive lateral dan caninus. Lebih sering terjadi unilateral, sisi kiri lebih sering dari sisi kanan. Sumbing dapat sempurna meluas ke dasar hidung atau tidak sempurna sebagai lekukan pada bibir atas.
Penyebab sumbing bibir dan palatum tidak diketahui dengan pasti. Sebagian besar kasus sumbing bibir atau sumbing palatum atau keduanya dapat dijelaskan dengan hipotesis multifactor.
DIAGNOSA
Sumbing bibir dapat terjadi bilateral pada regio incisive lateral dan caninus. Lebih sering terjadi unilateral, sisi kiri lebih sering dari sisi kanan. Sumbing dapat sempurna meluas ke dasar hidung atau tidak sempurna sebagai lekukan pada bibir atas.
Penyebab sumbing bibir dan palatum tidak diketahui dengan pasti. Sebagian besar kasus sumbing bibir atau sumbing palatum atau keduanya dapat dijelaskan dengan hipotesis multifactor.
DIAGNOSA
Selama menjalani perawatan prenatal, ada beberapa jenis tes yang ditawarkan kepada semua wanita hamil (tes skrining) dan ada pula beberapa jenis tes yang ditawarkan hanya kepada wanita/pasangan suami-istri yang memiliki faktor resiko (tes diagnostik).
Tidak ada tes yang sempurna. Seorang bayi mungkin saja terlahir dengan kelainan bawaan meskipun hasil tesnya negatif. Jika tes memberikan hasil yang positif, biasanya perlu dilakukan tes lebih lanjut.
Tidak ada tes yang sempurna. Seorang bayi mungkin saja terlahir dengan kelainan bawaan meskipun hasil tesnya negatif. Jika tes memberikan hasil yang positif, biasanya perlu dilakukan tes lebih lanjut.
- Tes skrining
Bila tes skrining menunjukkan hasil positif, dianjurkan untuk menjalani tes diagnostik.
Skrining prenatal bisa membantu menentukan adanya infeksi atau keadaan lain pada ibu yang berbahaya bagi janin dan membantu menentukan adanya kelainan bawaan tertentu pada janin.
Tes skrining terdiri dari:
Tes skrining terdiri dari:
- Pemeriksaan darah
- Pemeriksaan USG.
- Tes diagnostik
- Amniosentesis
- Contoh vili korion
- Contoh darah janin
- Pemeriksaan USG yang lebih mendetil.Kelainan bawaan yang bisa diketahui melalui skrining prenatal adalah:
- Defek tabung saraf (spina bifida, anensefalus)
- Sindroma Down
- Kelainan kromosom lainnya
- Kelainan metabolisme yang diturunkan
- Kelainan jantung bawaan
- Kelainan bentuk saluran pencernaan dan ginjal
- Sumbing bibir atau langit-langit mulut
- Kelainan bawaan tertentu pada anggota gerak
- Tumor bawaan
PENCEGAHAN
Beberapa kelainan bawaan tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan bawaan:
- Tidak merokok dan menghindari asap rokok
- Menghindari alkohol
- Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal
- Melakukan olah raga dan istirahat yang cukup
- Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin
- Mengkonsumsi suplemen asam folat
- Menjalani vaksinasi sebagai pelindung terhadap infeksi
- Menghindari zat-zat yang berbahaya
- Tidak merokok dan menghindari asap rokok
- Menghindari alkohol
- Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal
- Melakukan olah raga dan istirahat yang cukup
- Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin
- Mengkonsumsi suplemen asam folat
- Menjalani vaksinasi sebagai pelindung terhadap infeksi
- Menghindari zat-zat yang berbahaya
[Christianson A, Howson CP, Modell B. March of dimes: global report on birth defects. New York: White Plains; 2006]
[dr. Gustina Lubis Sp. A (K)]
[drg. Janti Sudiono, MDSc. 2008 : 5, 19]
[Jurnal Asri Arumsari, Alwin kasim, bagian bedah mulut fakultas Kedokteran Gigi UNPAD]