Jumat, 16 Oktober 2015

Kelainan Kongenital Pada Anak

DEFINISI
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk menegakkan diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosis pre/- ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin.


PENYEBAB
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:

1. Kelainan Genetik dan Kromosom
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan dalam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutya.
Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat diperiksa kemingkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma down (mongolism). Kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma turner.

2. Faktor Mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki seperti talipes varus, talipes valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus (clubfoot).

3. Faktor infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.

4. Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat dihindarkan, keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.

5. Faktor Umur Ibu
Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.

6. Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.

7. Faktor Radiasi
Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.

8. Faktor Gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-lain dapat menaikkan kejadian & kelainan kongenital.

9. Faktor-faktor Lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.


MACAM-MACAM KELAINAN KONGENITAL
1. Torus
Torus merupakan pembengkakan pada rahang yang menonjol dari mukosa mulut yang tidak berbahaya dan disebabkan oleh pembentukan tulang normal yang berlebihan, tampak radiopak dan dapat terjadi di beberapa tempat dari tulang rahang.
Umumnya, Torus menjadi jelas setelah dewasa meskipun kadang-kadang, pada anak sudah jelas. Pasien umumnya tidak menyadari hanya diketahui oleh dokter atau dokter gigi, terutama dalam hubungannya dengan pembuatan desain gegligi tiruan. Frekuensi bervariasi dengan usia. Rasio wanita: pria adalah 2:1. Torus dapat disebabkan oleh faktor genetik a dan fungsi. Namun peran factor fungsi tidak begitu kuat. Pada gambaran mikroskopis tampak korteks tulang yang padat, dan kompak, dengan daerah sentral tulang lebih spongiosa, dan kadang-kadang ditemukan lemak dalam sum-sum tulang.
Proyeksi tulang yang sama dapat terlihat pada permukaan labial, atau bukal dari lingir alveolar( alveolar ridge) maksila atau mandibula dan dinamakan tulang eksostosis.
Umumnya, kelinan ini tidak membutuhkan perawatan, kala mengganggu pemakaian gigi tiruan atau bicara, dapat dilakukan pengambilan secara bedah.
2. Agnasia
Kesalahan pembentukan lengkung mandibula sering dihubungkan dengan anomali fusi telinga luar pada daerah garis tengah yang normalnya ditempati oleh mandibula sehingga telinga bertemu di garis tengah. Agnesis absolut mandibula, masih diragukan apakah bisa terjadi. Pada keadaan ini, lidah juga tidak terbentuk atau mengalami reduksi ukuran. Meskipun astomia (tidak terbentuknya mulut) dapat terjadi, mikrostomia (mulut yang kecil) lebih sering terjadi. Kadang-kadang tidak ada hubungan dengan faring, yang tersisa hanya membran buko faringeal. Agnasia sering disebabkan oleh gangguan vaskularisasi .
3. Mikrognasia
Menunjukkan pengecilan ukuran mandibula dan maksila. Dagu dapat sangat retrusif atau absen sama sekali. Hidung dan bibir atas menjadi menonjol sehingga muka seperti burung. Keadaan ini dapat bersifat kongenital seperti yang ditemukan pada berbagai sindrom, dapat pula terjadi sesudah lahir misalnya akibat trauma atau infeksi seperti atritis rematoid juvenilis. Mikrognasia dapat terjadi disebabkan oleh kegagalan pusat pertumbuhan di kepala sendi. Penyebabnya adalah kelainan perkembangan atau didapat. Pada kepala sendi oleh trauma pada saat lahir atau infeksi pada telinga, dapat menyerang pusatkepala sendi. Kemungkinan lain adalah trauma atau infeksi daerah kepala sendi yang umumnya unilateral dan menyebabkan pengecilan ukuran rahang yang unilateral.
4. Makrognasia
Pembesaran rahang, jika terjadi pada rahang bawah hal ini dapat menyebabkan protusi (kelas III Angle) dengan dagu menonjol. Keadaan ini dapat bersifat kongenital dan dapat pula bersifat dapatan melalui penyakit serta dapat dikoreksi dengan tindakan bedah.
Ada beberapa sindrom perkembangan yang menunjukkan mikrognasia, rahang atas sebagai bagian dari suatu sindrom misalnya sindrom down atau sindrom apert. Sindrom down merupakan penyakit genetika yang palig sering ditemukan dengan ciri khas berupa rahang atas yang kecil selain tanda lainnya. Pada penyakit crouzon yang merupakan craniofasial sinestosis yang berkaitan dengan sindrom apert, ditemukan rahang atas dan hidung yang kecil sehingga menyebabkan muka melesak ke dalam.
5. Sumbing Bibir dan Palatum
Sumbing bibir dan palatum merupakan kelainan kongenital yang sering kali menyebabkan menurunnya fungsi bicara, pengunyahan, dan penelanan yang sangat berat. Seringkali terjadi peningkatan referensi gangguan yang berhubungan dengan malformasi kongenital sperti ketidakmampuan bicara sekunder serta menurunnya fungsi pendengaran, umumnnya bibir sumbing dan palatum dibagi dalam 4 kelompok besar, yaitu:
1. Sumbing bibir
2. Sumbing palatum
3. Sumbing bibir dan palatum unilateral
4. Sumbing bibir dan palatum bilateral
Biasanya, sumbing bibir dan palatum disertai kelainan bawaan lahir misanya hidrosefalus (peninggian tekanan intracranial), sindaktilia (jari-jari saling melekat) atau polidaktilia (jari-jari berlebih).
Sumbing bibir dapat terjadi bilateral pada regio incisive lateral dan caninus. Lebih sering terjadi unilateral, sisi kiri lebih sering dari sisi kanan. Sumbing dapat sempurna meluas ke dasar hidung atau tidak sempurna sebagai lekukan pada bibir atas.
Penyebab sumbing bibir dan palatum tidak diketahui dengan pasti. Sebagian besar kasus sumbing bibir atau sumbing palatum atau keduanya dapat dijelaskan dengan hipotesis multifactor.



DIAGNOSA
Selama menjalani perawatan prenatal, ada beberapa jenis tes yang ditawarkan kepada semua wanita hamil (tes skrining) dan ada pula beberapa jenis tes yang ditawarkan hanya kepada wanita/pasangan suami-istri yang memiliki faktor resiko (tes diagnostik).
Tidak ada tes yang sempurna. Seorang bayi mungkin saja terlahir dengan kelainan bawaan meskipun hasil tesnya negatif. Jika tes memberikan hasil yang positif, biasanya perlu dilakukan tes lebih lanjut.

  • Tes skrining
Tes skrining dilakukan meskipun seorang wanita hamil tidak memiliki gejala maupun faktor resiko.
Bila tes skrining menunjukkan hasil positif, dianjurkan untuk menjalani tes diagnostik.

Skrining prenatal bisa membantu menentukan adanya infeksi atau keadaan lain pada ibu yang berbahaya bagi janin dan membantu menentukan adanya kelainan bawaan tertentu pada janin.
Tes skrining terdiri dari:
  1. Pemeriksaan darah
  2. Pemeriksaan USG.
  • Tes diagnostik
Tes diagnostik biasanya dilakukan jika tes skrining memberikan hasil positif atau jika wanita hamil memiliki faktor resiko.Tes diagnostik terdiri dari:
  1. Amniosentesis
  2. Contoh vili korion
  3. Contoh darah janin
  4. Pemeriksaan USG yang lebih mendetil.Kelainan bawaan yang bisa diketahui melalui skrining prenatal adalah:
  5. Defek tabung saraf (spina bifida, anensefalus)
  6. Sindroma Down
  7. Kelainan kromosom lainnya
  8. Kelainan metabolisme yang diturunkan
  9. Kelainan jantung bawaan
  10. Kelainan bentuk saluran pencernaan dan ginjal
  11. Sumbing bibir atau langit-langit mulut
  12. Kelainan bawaan tertentu pada anggota gerak
  13. Tumor bawaan

PENCEGAHAN
Beberapa kelainan bawaan tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan bawaan:

Tidak merokok dan menghindari asap rokok
- Menghindari alkohol
Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal
Melakukan olah raga dan istirahat yang cukup
Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin
Mengkonsumsi suplemen asam folat
Menjalani vaksinasi sebagai pelindung terhadap infeksi
Menghindari zat-zat yang berbahaya


REFERENSI

[Christianson A, Howson CP, Modell B. March of dimes: global report on birth defects. New York:  White Plains; 2006]

[dr. Gustina Lubis Sp. A (K)]

[drg. Janti Sudiono, MDSc. 2008 : 5, 19]

[Jurnal Asri Arumsari, Alwin kasim, bagian bedah mulut fakultas Kedokteran Gigi UNPAD]

Kamis, 15 Oktober 2015

Kedokteran Gigi ( Karies Gigi )

KARIES GIGI

Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi (email, dentin dan sementum) yang bersifat kronik progresif dan disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam karbohidrat yang dapat diragikan. Ditandai dengan demineralisasi jaringan keras dan diikuti kerusakan zat organiknya (Ami Angela, 2005).

Salah satu dari masalah kesehatan gigi dan mulut adalah karies gigi dan telah mengalami peningkatan pada abad terakhir. Kesehatan gigi merupakan bagian dari penyakit infeksi dan suatu proses demineralisasi yang progresif dan bersifat agresif kumulatif. Artinya daerah yang telah rusak karena karies menjadi tidak dapat disembuhkan, yang terjadi pada jaringan keras permukaan mahkota dan akar gigi. Karies disebabkan oleh aktifitas jasad renik dalam karbohidrat yang dapat diragikan (Okolo SN, 2006). Risiko karies adalah kemungkinan berkembangnya karies pada individu atau terjadinya perubahan status kesehatan yang mendukung terjadinya karies pada periode waktu tertentu. Risiko karies bervariasi pada setiap individu tergantung keseimbangan faktor pencetus dan penghambat terjadinya karies, tetapi prevalensi terjadinya karies gigi pada anak usia sekolah tetap merupakan masalah yang signifikan (Ami Angela, 2005).

Terdapat hubungan antara frekuensi makan makanan kariogenik, jenis makanan, waktu makan dan jenis minuman manis terhadap terjadinya karies gigi pada siswa SD umur 8-10 tahun. Hal ini diakibatkan dari kecenderungan anak dalam memilih makanan yang disukainya yang sering dikonsumsi berlebihan. Kebiasaan mengkonsumsi makanan tersebut hendaknya diminimalkan dengan mengkonsumsi makanan yang rendah kadar glukosa (sukrosa, fruktosa) (Ircham M, dkk, 2005).

Salah satu cara mudah untuk mencegah karies gigi adalah mengatur pola makan dengan memperbanyak mengkonsumsi makanan berserat seperti sayur dan buah-buahan. Makanan berserat perlu dikunyah lebih lama sehingga gerakan mengunyah dapat merangsang pengeluaran saliva (air liur) lebih banyak. Di dalam saliva terkandung zat-zat seperti substansi antibakteri, senyawa glikoprotein, kalsium dan fluorida yang sangat berguna melindungi gigi. Mengunyah makanan berserat seperti buah-buahan dapat membantu membersihkan gigi, contohnya pepaya, semangka, apel, jambu air, jambu biji adalah contoh dari buah-bu-ahan yang mudah dijumpai dan dapat langsung dikonsumsi dalam keadaan segar. Di dalam pepaya terdapat kadar air yang cukup tinggi yaitu sebesar 86,7 gr dan terdapat kadar serat sebesar 0,7 gr tiap 100 gr daging buah pepaya, yang dapat membantu pengeluaran saliva lebih banyak yang dapat memberikan efek pembersihan sendiri gigi geligi (self cleansing effect) (Soegeng S, dkk, 1999).

Upaya preventif pada anak diperlukan untuk mengatasi karies gigi, dilakukan secara sistematis dan sedini mungkin yaitu pada usia muda. Usia 8-10 tahun merupakan kelompok usia yang kritis terhadap terjadinya karies gigi dan mempunyai sifat khusus yaitu transisi pergantian gigi susu ke gigi permanen. Anak usia 8-10 tahun prevalensi karies gigi mencapai 60-85%. Pemilihan murid Sekolah Dasar (SD) sebagai obyek Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) sangat penting mengingat kurangnya perhatian akan kesehatan gigi anak usia sekolah dasar dan pada dasarnya anak pada usia ini sangat peka terhadap pendidikan baik dari perilaku maupun pola kebiasaan sedang dan dalam pertumbuhan masih dapat diperbaiki (Ami Angela, 2005)

SUMBER

Cahyati, Widya Hary. 2013. Jurnal Kesehatan Masyarakat "Konsumsi Pepaya (Carica Papaya) Dalam Menurunkan Debris Index" ( KEMAS 8 (2) (2013) 127-136 )
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=136168&val=5652